Sosialisasi
Dengan Teman Sebaya Kurang Baik
Penyebab
anak tidak mudah bersosialisasi dengan teman sebaya karena belum muncul rasa
percaya diri anak dalam berinteraksi dengan teman sebaya.. Selain itu terkadang
anak takut menjalin sosialisasi dengan teman baru. Ketakutan itu biasanya
disebabkan anak kurang cocok dengan kelompok bermain yang ada di kelasnya.
Untuk solusinya guru dapat memberikan inovasi pembelajaran kooperatif sehingga
mau tidak mau anak harus menjalin interaksi dengan teman di kelas. Hal ini akan
membawanya sampai ke dalam teman bermain. Jadi anak akan lebih mengenal
karakter antar teman.
Langkah-
langkah Model Pembelajaran Kooperatif
1.
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi siswa belajar.
2.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat
bahan bacaan.
3.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien,
4.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
5.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
6.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok
2. Kerapian Dalam Mencatat
Setiap
anak memiliki keunikan tersendiri. Dalam perkembangannya yang termasuk akhir
masa kanak-kanan memiliki sifat tidak rapi(sehingga disebut usia tidak rapi).
Untuk menghadapi anak yang memiliki catatan kurang rapi, guru dapat menggunakan
pendekatan individual. Dalam hal ini guru mendekati siswa secara individu. Guru
memberikan pengarahan dan pelatihan tentang cara menulis yang benar dan rapi.
Guru dalam memberikan penilaian dapat menambahkan ( P … T… K… ) dimana P=
Pekerjaan, T= Tulisan, K= Kerapian. Hal ini dapat memotivasi siswa selain
mengedepankan nilai pekerjaan, siswa juga memperhatikan tulisan dan
kerapiannya.
3. Terlalu Memilih Pelajaran
Siswa
yang terlalu memilih pelajaran terlalu mengindisikan bahwa siswa tersebut lebih
menyukai pelajaran tertentu dibandingkan pelajaran yang lain. Hal ini akan
berdampak negatif jika hanya mementingkan satu pelajaran sementara pelajaran
yang lain tidak diperhatikan. Jadi guru perlu melakuukan tindakan-tindakan
diantaranya: guru mengajak anak untuk mempelajari materi yang sama dengan siswa
lain. Namun di lain waktu, guru memberikan kesempatan bagi anak untuk lebih
mendalami materi atau pelajaran yang disukainya. Karena merasa telah diberi
kesempatan khusus dalam menyampaikan hal yang disukai, maka ia tetap
memperhatikan mata pelajaran yang lain.
4. Gaduh di Dalam Kelas/ Hiperaktif
Gaduh
yang dilakukan siswa di dalam kelas biasanya terjadi karena suasana belajar
yang kurang kondusif. Ketidaknyamanan yang dirasakan siswa dalam KBM akan
membawa siswa membentuk dunia sendiri. Siswa akan melakukan tindakan-tindakan
sesuai dengan isi perasaan mereka. Mereka berusaha mencari perhatian dari teman
dan juga guru. Jadi untuk menghindari kegaduhan yang akan ditimbulkan oleh
siswa, guru harus menciptakan suasana belajar yang kondusif, edukatif, dan
rekreatif. Serta memberikan perhatian khusus kepada anak didik yang melakukan
kegaduhan di kelas tanpa melalaikan anak didik yang lainnya, sehingga
suasananya menjadi kondusif, edukatif, dan rekreatif.
5. Individual dan Egois
Ahli
psikologi menyebut anak usia kelas 4 SD sebagai usia penyesuaian diri. Anak menyesuaikan
diri dengan standar yang disetujui kelompok. Namun kelompok yang tidak dapat
menerima kehadiran anak akan membawa anak dalam rasa individual dan egois yang
tinggi. Untuk mengatasi guru dapat membantu membuka pikiran anak tentang
pentingnya kebersamaan. Guru mengajak anak melaksanakan pembelajaran secara
cooperatif learning sehingga anak akan bekerja sama dengan teman di kelas. Anak
dapat saling bertukar pikiran dan sedikit demi sedikit keegoisan akan terkikis.
6. Kurang Percaya Diri
Periode
ini masa dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses,
atau sangat sukses. Perilaku berprestasi pada masa kanak-kanak mempunyai
korelasi yang tinggi dengan perilaku berprestasi pada masa dewasa. Perilaku
dalam membentuk prestasi ini sangat dipengaruhi faktor kematangan. Anak yang
dari segi emosionalnya sudah matang biasanya akan lebih bisa menerima pelajaran
daripada yang belum matang karena tingkat percaya diri siswa. Guru diharapkan
mampu meningkatkan kepercayaan diri siswa dengan cara memberi kesempatan bagi
siswa untuk selau tampil di dalam kelas. Guru juga lebih meningkatkan reward
daripada punishment.